Minggu, 31 Desember 2017

Aku Membuka Pada Penutup

Aku membuka pada penutup. Di penghujung waktu rentang tahun ini. Detik-detik menuju digit tahun yang baru. Aku membuka, untuk semua peristiwa yang telah lalu. Menengok kembali ke belakang. Tentang perjalanan. Lahir dan batin. Rasa dan logika. Merangkai kembali mozaik cerita setahun ke belakang, dan mencocokkan dengan tujuan. Visi. Sudahkah ia sejalan, atau aku hanya sekedar melangkah tanpa fokus ke tujuan.

Bagi sebagian besar orang, sikap ini bisa disebut dengan refleksi. Mengingat kembali yang telah lalu untuk mempersiapkan diri, ancang-ancang untuk berlari di momen selanjutnya. Aku menggunakan momen akhir tahun ini, penutup waktu, sekedar untuk refleksi ringan. Terlebih setelah melewati aktivitas hari ini. Aku bersama mereka, mencoba membaca setahun ke belakang dan menyongsong yang akan datang.

Awali dengan syukur. Bahwa telah banyak nikmat Allah yang dianugerahkan pada kita setahun ke belakang. Terlalu banyak, hingga kita takkan pernah sanggup untuk menghitungnya. Lihatlah betapa banyak capaian yang Allah telah persilakan pada kita untuk memeluknya. Hingga beragam kebetulan tak terduga yang Allah hadirkan sebagai cara menghindarkan diri kita dari bencana. Allah pasti memberikan yang terbaik.

Selanjutnya, bagiku pribadi, 2017 adalah tahun yang luar biasa. Ada banyak kegagalan yang aku alami, salah satunya adalah kegagalanku menyelesaikan kuliah, Drop Out. Entah bagi sebagian orang mungkin ini bisa menjadi kiamat kecil. Apakah ringan juga bagiku? tentu tidak. Berat. Tentulah kurasakan jua, terlebih setelah memutuskan berusaha selama tujuh tahun. Namun apa daya, salahku lah tak mampu mengalahkan diri sendiri kala itu. Pun dengan kegagalan lainnya.

Menyongsong 2018, Allah telah membuka pintunya sedikit demi sedikit. Kegagalan yang sebelumnya kudapatkan telah Allah ganti dengan yang lebih baik. Jauh lebih baik. Kesadaran pikir, keteguhan berprinsip, dan kesempatan untuk senantiasa belajar. Di manapun, tanpa harus terpenjara dalam ruang bernama kelas.

Esok hari, telah menjadi hari baru. Dengan semangat baru, perjuangan baru. Aku sudah memutuskan untuk membuka pada momen penutup ini. Untuk menuliskan sejarah, menanamkan spirit kebangkitan. Ah, aku sudah terlalu sering bicara tentang kebangkitan. Dan bagiku sedikit naif karena faktor diriku sendiri yang kerap kalah oleh diri sendiri. Maka, 2018 akan menjadi momen penebusan, perbaikan, dan optimalisasi potensi. Memastikan diri menemukan track yang riil sebagai prospek jangka panjang. Tentu saja aku akan stay dengan apa yang tengah kujalani sekarang. Kemudian di 2018, aku akan memastikan itu. 2018, tentang pelengkapan dan peneguhan jalan.

Bukit Permoni, 31 Desember 2017

Minggu, 26 November 2017

Sampai detik ini

Sampai detik ini. Aku masih setia mengamatimu dari kejauhan. Sebab berjarak adalah pilihan. Dan aku sadar. Aku sangat memahami bagaimana beratnya konsekuensi yang harus ku tanggung. Saat aku harus membunuh setiap detik kerinduan yang muncul. Bukankah itu menyiksa? Mungkin tidak bagimu. Aku tak peduli, biarlah aku saja yang menanggungnya. Termasuk menikmatinya, mencintai dalam kediaman. Tanpa kata. Tanpa suara.

Sampai detik ini. Aku masih menyimpan kagum yang begitu mendalam. Melihat tindak tandukmu yang mempesona. Kamu cantik, tapi itu bukanlah segalanya. Akhlakmu menyempurnakannya. Bagaimana kamu berinteraksi dengan yang lain, termasuk denganku. Meski kamu tidak sadar, ada degup yang begitu hebat dalam setiap kata dalam percakapan kita. Ada getar yang begitu terasa dalam setiap detik kebersamaan kita.

Biarlah waktu yang menjawab. Bagaimana takdir akan membawa perjalanan kita. Tentang aku, kamu, dan harap yang tengah kupendam begitu mendalam.

Jogja, 26 November 2017

Nb: Terinspirasi dari lagu Dewi Lestari - Malaikat Juga Tahu, dan Dewa 19 - Risalah Hati

Jumat, 01 September 2017

Sabar

Bukan sebab kuat kemudian aku bertahan.
Bukan sebab tangguh kemudian aku tiada mengeluh.
Melainkan sebuah keyakinan.
Yang entah datang dari mana
yakin saja.
Kemudian aku memilih berselancar di tengah gelombang.
Menikmati setiap detik yang menikam.
Tetapi..

Sabar..

Jogja, 31 Agustus 2017


Minggu, 13 Agustus 2017

Tentang Pilihan dan Kesiapan Kita

Kita seringkali berada dalam situasi seolah tak punya pilihan. Padahal pada hakikatnya, selalu ada pilihan.

Selama ini kita selalu terbiasa menjumpai pilihan dalam hidup. Setelah selesai satu urusan, selalu ada pilihan yang amat banyak untuk melangkah pada zona selanjutnya. Misalnya, setelah lulus SMA kita mempunyai pilihan untuk bekerja, atau kuliah, atau bahkan menikah. Dalam situasi normal kita seringkali menjumpai pilihan yang lebih dari satu. Sehingga kita merasa longgar dan mempunyai banyak kemungkinan yang bisa dianalisis, kemudian memilih yang terbaik bagi kita pada saat itu.

Namun akan tiba situasi yang tidak normal, di mana kita seolah tidak punya pilihan. Seolah hanya ada satu jalan menuju masa depan. Sesungguhnya, selalu ada pilihan. Misalnya, kita memilih untuk tetap maju, atau berhenti. Itu juga pilihan. Untuk tetap belajar, atau berhenti. Itu juga pilihan. Dan selalu ada konsekuensi atas pilihan sikap kita.

Di saat itulah sebenarnya ujian bagi tekad kita. Bahkan ujian bagi mentalitas kita. Selama pilihan itu bukanlah yang berkaitan dengan sesuatu yang memiliki kaidah baku, maka kesiapan mental kita untuk menerima konsekuensi dari setiap pilihan sikap lah yang berperan. Siapkah kita?

Dalam sebuah perjalanan,
Jogja, 13 Agustus 2017

Minggu, 23 Juli 2017

Hidup Kadang Perlu Berputar

Hidup kadang perlu berputar. Seperti jalan kita yang seolah bertolak belakang. Aku ke timur, kamu ke barat. Aku ke selatan, kamu ke utara. Tak seperti sebelumnya, ketika kita berjalan bersama, meski tak seirama. Hanya saja, sepertinya kita memang butuh jeda. Untuk mengeja, dan menata prasangka. Kemudian biarlah takdir yang membawa kita. Setelah perputaran jalan ini, adakah kita akan bersama? Aku memilih mengembalikan semua pada-Nya..

Jogja, 23 Juli 2017

Rabu, 21 Juni 2017

Sedih dan Bahagia

Sekali waktu menengok ke belakang. Telah banyak peristiwa mendatangi, merangkai mozaik kehidupan. Laiknya sebuah perjalanan, kita berangkat dari sebermula. Melangkahkan kaki satu dua. Bertemu dengan hal baru, berhadapan dengan yang tak sama. Kemudian kita menyadari, setiap peristiwa hadirkan makna. Untuk suatu tujuan, bukan sekedar lintasan masa. Ia mewujud rangkaian proses yang membelajarkan.

Dalam perjalanan kita, ada sedih dan bahagia. Mereka hadir sebab beragam peristiwa. Hingga akhirnya kita menjadi terbiasa. Sedih dan bahagia semua merasakannya, kata Rendra. Namun mari memandang lebih dalam. Meresapi makna dari setiap sedih dan bahagia. Mengilhami dari sudut pandang yang biasa, di mana sedih identik dengan air mata dan bahagia akrab dengan tawa. Tapi tak henti di situ. Mari mencoba melihat kesedihan dari sudut pandang yang berbeda, membaca bahagia dari sudut pandang yang lain.

Kemudian lihatlah betapa Allah sayang kita. Bahwa setiap sedih dan bahagia dalam perjalanan yang telah ditempuh adalah takdir terbaik dari-Nya.

Jogja, 21 Juni 2017

Selasa, 20 Juni 2017

Konteks Hidup

Proses memahami sesuatu tidak bisa terlepas dari konteks. Termasuk dalam proses memahami manusia. Seringkali kita hanya menilai dari tampilan luarnya saja, Seringkali kita hanya mengambil kesimpulan dari yang tampak saja. Itulah muasal justifikasi. Semakin abai terhadap konteks, semakin mudah kita menjustifikasi seseorang.

Padahal, setiap kita lahir dan bertumbuh dalam konteks yang berbeda. Seiring dengan berjalannya waktu, karakter akan terbentuk dari konteksnya bertumbuh. Kemudian mewujud keunikan individu. Begitulah kepribadian dibentuk, dan selanjutnya individu itu dibelajarkan dengan pertemuannya dengan konteks yang lain, yang berkemungkinan besar menimbulkan benturan, di situlah terjadi konflik. Dan penyikapan terhadap konflik inilah yang akan memperkaya wawasan psikologisnya.

Dari sinilah kemudian kita bisa mengambil sebuah kesimpulan, semakin sering seorang manusia bertemu dengan konteks yang berbeda, semakin arif ia dalam memandang persoalan. Dia akan semakin bijak memandang perbedaan. Itulah mengapa penting bagi kita untuk melakukan perjalanan, bertemu dengan banyak manusia dari beragam konteks. 

Dengan mengetahui konteks kehidupan seseorang, kita akan semakin memahami, dan bijak dalam mengambil justifikasi tentang orang lain. Sayangnya, kita cenderung lebih sering berbicara dari pada mendengar, lebih sering menuduh dari pada meluangkan sedikit waktu untuk memahami....

Jogja, 20 Juni 2017

Senin, 19 Juni 2017

Tentang Kisah Yang Belum Selesai

Untuk waktu yang terus berjalan
Meniti takdir yang tak terelakkan
Merangkai tanya yang kan datang
Aku memilih untuk bertahan

Untuk sebuah kesempatan kembali
Dalam rangkaian sebuah elegi
Juga mereka yang datang dan pergi
Aku memilih tak berhenti

Kembali menjejak tanah
Melanjutkan langkah
Memastikan arah
Meski tak mudah

Jalan ini mungkin berputar
Memaksa kita untuk belajar
Memahamkan kita tentang tegar
Menegaskan makna tentang sabar

Di sela angin malam yang lembut membelai
Aku melanjutkan kisah yang belum selesai

Jogja, 19 Juni 2017

Selasa, 13 Juni 2017

Tentang Kehilangan...

Kehilangan adalah niscaya, karena kita fana. Begitulah aturan main takdir dunia. Setiap yang dipertemukan harus siap dengan perpisahan. Setiap hadir rasa memiliki, ia lengkap dengan konsekuensi kehilangan.  Kemudian ia menjadi sebuah siklus yang tidak akan berhenti sampai waktu tiba pada akhirnya. 

Sebab ia niscaya, maka setiap kita harus bersiap diri menghadapinya. Mewajarkan setiap peristiwa kehilangan, tidak berlebihan menyikapi kebermilikan. Menjaga jarak terhadap apapun yang kita miliki, sebab takdir akan kehilangan pada akhirnya. Sementara setelah kehilangan, perjuangan untuk minimal sekedar bertahan hidup harus tetap dilanjutkan. Hidup harus tetap berjalan.

Beruntunglah kita yang memilih percaya pada janji Tuhan. Bahwa setiap kehilangan berarti Dia akan menggantikan dengan yang lebih baik. Bahwa Tuhan tahu yang benar-benar terbaik bagi kita, yang sering kali tidak kita sadari sebelumnya. Lihatlah, bahwa segala yang terjadi di dunia adalah bukti cinta Tuhan pada makhluknya, bahkan untuk peristiwa sepahit kehilangan. Ya, pahit dalam persepsi kemanusiaan kita yang sempit dan terbatas.

Bertahan hiduplah, sebab tangguh bukan hanya soal siap mati untuk memperjuangkan. Tetapi juga siap untuk tetap hidup setelah kehilangan..

Jogja, 13 Juni 2017

Senin, 12 Juni 2017

Melancholic Rain...

Tentang hujan dan ceritera lainnya. Rintik itu turun dengan sabar, satu dua. Perlahan namun pasti, menghujam bumi, menghadirkan nuansa bagi mereka yang mencintainya. Hujan di bulan Juni, seperti puisi Sapardi. Kehadirannya begitu tabah, menjadi oase bagi sebagian orang yang merindukannya.

Hujan memiliki arti bagi sesiapa yang menjumpainya. Sebagian mencintainya begitu dalam, sementara yang lain membencinya atas alasan tertentu. Aku termasuk orang yang mencintainya. Menikmati teduh hawa yang dibawanya, senandung merdu setiap rintiknya, dan membaui aroma khas yang dihadirkannya. 

Selepas hujan tak selalu hadirkan pelangi. Seringkali ia sisakan mendung yang bergelayut dengan tenang. Setia menjadi pelengkap dari aroma tanah yang menentramkan dan angin dingin yang bertiup menenangkan. Nuansa selepas hujan, aku begitu mencintainya, seperti suasana siang tadi.

Ada rindu yang tak bisa diungkap kala hujan datang. Ada rasa yang sulit didefinisikan saat menikmati suasana selepas hujan. Ia mengingatkan tentang kenangan, masa lalu, yang terlalu indah untuk ditinggalkan. Ia hadirkan nuansa kota, atau desa, yang akan selalu tersimpan rapi dalam setiap detik waktu yang telah tertinggalkan. 

Hujan siang tadi, terimakasih telah membuatku menjadi semelankolik ini. Aku rindu, tak bisa kucegah. Itu saja.

Jogja, 12 Juni 2017

Minggu, 11 Juni 2017

Mengeja Takdir Baik-Nya..

Lewat berbagai peristiwa, kita belajar mengeja takdir baik-Nya. Karena kita percaya Ia akan menganugerahkan apa yang kita butuhkan. Terkadang kebutuhan dalam persepsi kita ternyata bukanlah yang terbaik di mata Allah. Sementara Allah lah yang maha mengetahui apa yang sesungguhnya menjadi kebutuhan kita.

Berbagai peristiwa hadir begitu mengesankan, merangkai mozaik kehidupan berwujud takdir bagi setiap makhluk-Nya. Di mana dari sana lah kita belajar. Tentang rasa bahagia, tentang rasa sedih, tentang syukur, tentang bahagia, dan secara umum namun fundamental, kita belajar tentang kasih sayang-Nya.

Begitulah kita memaknai kehidupan, dengan akal yang diberikan pada kita, manusia. Dia beri kesempatan pada kita untuk berpikir. Dia berikan kesempatan pada kita untuk menangkap hikmah. Dan pada akhirnya Dia tengah menuntun kita pada hakikat kemanusiaan kita..

Jogja, 11 Juni 2017

Jumat, 09 Juni 2017

Satu Saja Syaratnya; Kamu Harus Bahagia..

Dari sekian banyak hari yang telah ku lalui, ada sebagian yang terasa berat dan menyesakkan. Ialah hari-hari saat hati terkapar melawan sepi dalam penantian panjang. Sementara ada gejolak yang tidak bisa berbohong, bahkan untuk memanipulasi diri ketika ia bergejolak membadai, terasa sangat sulit dikendalikan. Tentang perasaanku padamu, yang ku pendam begitu dalam, tersimpan rapi dalam sudut hati yang belum terjamah sesiapa.

Diam-diam aku simpan selama ini, tentang hati yang telah memilih untuk dibagi, tentang bahagia yang ingin ku beri, pada dia, yang tanpa ku rencana tapi hati memilihnya, memilihmu. Sedari awal aku tak pernah berencana untuk mencintaimu. Semua berjalan, mengalir begitu saja. Aku tidak mencintaimu sejak pandangan pertama kita bertemu. Tapi seiring berjalan waktu, ada sesuatu yang lain yang muncul, yang sering ku tepis karena ku takut akan merusak persahabatan kita, akan membuat segalanya menjadi canggung. Hingga akhirnya aku sadar, ini adalah anugerah. Aku jatuh cinta padamu, pada akhirnya. Namun begitulah, aku masih menyimpan dalam diam dan setiap interaksi kita.

Segalanya masih berjalan sebagaimana biasa, secara kasat mata. Namun mereka yang mengenalku mampu ternyata mampu membaca. Ada yang berbeda saat aku berbincang denganmu. Ada perubahan pasca kita bertemu, bahkan sekedar setelah kau membalas chatku. Mereka bilang mataku lebih bercahaya, mereka bilang seolah hidup dan pergerakanku lebih bergairah. Begitulah cinta, ia mampu membangkitkan energi tersembunyi dalam diri meski lewat sentuhan kecil meski tak nyata. Dentuman itu makin terasa, bergejolak dalam dada.

Hingga sampai hari ini, aku tidak tahu apakah kau sudah sadari, atau belum. Setelah bertahun berjalan dan jarak akan menjadi spasi di antara kita dalam waktu dekat, segalanya belum berubah. Berkali aku coba untuk membuang rasa, membunuh dan manikam setiap detik kerinduan yang muncul agar aku sanggup menjaga hati, tapi sekali lagi, ia tak bisa berbohong. Setelah bertahun berjalan, selalu. Masih seperti yang dulu. 

Aku tidak tahu bagaimana ini akan berakhir, begitupun denganmu. Seperti apa yang menjadi keyakinan kita, aku menyerahkan akhir cerita ini pada-Nya, karena kita tahu takdir-Nya lah yang terbaik. Untukku, untukmu. Untuk kita. Apapun itu, aku berterima. Satu saja syaratnya; kamu harus bahagia...

Jogja. 9 Juni 2017

Rabu, 07 Juni 2017

Dan Hidup Harus Terus Berjalan....

Hidup adalah rangkaian peristiwa. Bergerak dari titik mula menuju peristirahatan, kemudian berlanjut pada keabadian. Setiap peristiwa menyimpan makna, menawarkan suasana, dan menciptakan nuansa yang akan selalu membekas dalam jiwa. Kemudian kita sebut ia sebagai masa lalu.

Masa lalu manusia setidaknya terbagi menjadi dua saja; sedih dan bahagia. Sesiapa merasakan, dia tidak akan bisa mengingkarinya. Sedih dan bahagia akan tetap hidup dalam dirinya, menjadi sesuatu yang kita sebut kenangan.

Ada sebagian kita yang terjebak di dalam masa lalunya. Orang yang pernah menjadi besar, seringkali terjebak dalam kebesaran masa lalunya, padahal roda hidup selalu berputar. Kadang di atas, suatu waktu ada di bawah. Ada pula yang miliki masa lalu yang pahit, tentang kesalahan, kehilangan, atau yang sejenisnya. Sebagian di antara mereka juga terjebak dalam penyesalan. Hidup dalam rasa bersalah dan kepedihan.

Move on itu berarti berdamai dengan masa lalu, menerimanya sebagai sebuah kenyataan. Kemudian memilih untuk melanjutkan hidup dan melangkah ke depan. Karena hidup tidak terhenti pada satu fase saja. Karena sedih dicipta berpasangan dengan bahagia. Bertahan hiduplah, jadilah dirimu dengan segala peristiwa yang telah dan akan kau lalui. Perbaiki yang telah berlalu dengan hidup yang baru, bukan dengan mengakhiri hidupmu...

Jogja, 7 Juni 2017

Minggu, 14 Mei 2017

A Man Who Sealed Up His Emotion

"I was smiling in the rain, but in reality ... I was crying" -Soujiro Seta

Setiap orang pasti mengalami sedih dan bahagia. Namun tidak semuanya begitu ekspresif untuk menunjukkan kepada orang di sekitarnya. Atau mungkin karena alasan yang lain, dia memilih untuk menyembunyikan apa yang dia rasakan. Mengunci emosi yang dirasakannya hingga orang lain tak menyadari. Yang dia lakukan hanya berupaya berbagi kebahagiaan dengan orang lain, menunjukkan kepada orang di sekitarnya bahwa ia baik-baik saja. 

Hingga pada suatu hari, dia benar-benar mengunci emosi dalam dirinya. Seolah tak terjadi apapun, seolah dia tidak mengenal rasa sakit, sedih, atau emosi sejenis dari pada itu. Dia hanya memilih untuk terlihat tegar di hadapan orang lain, siapa pun itu. Meski jauh di dalam hatinya dia sadar betul apa yang dia rasakan. Ada tangisan yang tak terelakkan yang tidak mampu dia bagi. Ya, akhirnya bukan tidak mau, tapi menjadi tidak mampu. Dia terbiasa hidup dalam manipulasi, memanipulasi dirinya sendiri.

Bagi kita yang percaya bahwa pilihan sikap merupakan akumulasi dari pengalaman sejarah, kita akan menerka bahwa mereka yang memilih untuk memanipulasi diri dengan mengunci emosi dan membiarkan orang lain melihat topeng yang selalu dia kenakan mempunyai sebuah alasan yang berkaitan dengan masa lalu yang begitu membekas.

Sayangnya kita terlalu sering menilai orang dari apa yang kita lihat saja..

Jogja, 14 Mei 2017

Senin, 27 Februari 2017

Hujan dan Pachelbel

Sejujurnya, ini salah satunya tulisan yang membutuhkan waktu cukup lama untuk memulai. Berpikir keras tentang kata pertama, apapun untuk ditulis, tapi tak kunjung jua kata itu hadir. Ketik-hapus, ketik-hapus, berkali-kali. Sampai dengan titik itu dimulai ketika earphone mengalunkan satu instrumen gubahan pachelbel - canon in D (piano version). Kemudian entah bagaimana kata mengalir begitu saja. Sepertinya ini tentang stimulus.

Ya, akhirnya saya menemukan satu tema untuk ditulis. Tentang stimulus. Bagaimana stimulus punya peran penting untuk merangsang otak kita dalam menuliskan sesuatu. Terlebih bagi penulis pemula seperti saya. Oleh karena itulah para pembaca mungkin akan menemukan inkonsistensi dalam gaya penulisan saya, kadang formal, kadang nyeleneh, kadang galau puitis romantis, kadang politis. Begitulah, saya masih mencari, mohon dibimbing dan dimaafkan.

Kembali pada stimulus. Ternyata ia tak hanya bicara pada konteks menulis. Sebagian orang membutuhkan stimulus untuk bergerak. Banyak mereka yang gagal bergerak karena gagal mendapatkan stimulus untuk pergerakannya. Entah berhubungan atau tidak, tapi saya mau menghubungkan antara stimulus ini dengan apa yang saya dapatkan di perkuliahan. Dosen saya pernah berkata, lewat buku referensi yang dibawanya, dalam proses pembelajaran, motivasi memegang peranan penting. Dalam hal ini, motivasi dibagi menjadi dua, instrinsic motivation, dan extrinsic motivation. Di antara kedua jenis motivasi ini, intrinsic motivation memegang peranan penting dalam mencapai suatu tujuan. Seperti bahasanya, motivasi jenis ini datang dari dalam. Biasanya bersifat jangka panjang dan memiliki kekuatan lebih untuk menggerakkan. Bisa dibayangkan apabila stimulus yang kita dapatkan bisa merangsang intrinsic motivation, betapa dahsyat kekuatan yang akan dihasilkan.

Jogja, 27 Februari 2017

Jumat, 24 Februari 2017

Paradoks Negeriku

Pasca Pilpres 2014 yang lalu, tensi politik Indonesia terus berada pada suhu tinggi. Berawal dari terbelahnya parlemen, menjadi Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), pertarungan politik di level elite menjadi sangat terasa. Usia pembelahan parlemen memang tidak terlalu lama, ditandai dengan berpindahnya haluan beberapa partai politik dari oposisi menjadi pendukung pemerintah, namun bukan berarti diikuti dengan turunnya tensi politik. Kritik tajam kepada pemerintah tetap muncul dari banyak pihak, baik itu mahasiswa, serikat buruh, maupun elemen masyarakat lainnya. Partai Politik di parlemen yang tetap konsisten sebagai oposisi strategis pun tetap memainkan perannya yang secara umum baik untuk demokrasi, namun suasana politik tetap panas. Menjelang Pilkada, situasi makin memanas, bahkan isu, yang akhirnya berujung skandal karena telah terbukti, sara tentang penistaan agama mencuat ke permukaan. Hal ini seakan membuka banyak kartu tentang keberpihakan politik dari institusi yang seharusnya berposisi netral. Beragam kondisi tersebut berimbas pada situasi yang semakin tidak stabil, dan membuka mata masyarakat tentang keberpihakan politik dan pertarungan kepentingannya. Rakyat seolah diabaikan.

Rakyat Indonesia sudah semakin cerdas. Dengan dukungan perkembangan teknologi dan kemudahan informasi, rakyat semakin mudah mendapatkan akses dan menarik kesimpulan dari situasi yang terjadi. Bahkan, rakyat semakin mudah untuk menyuarakan pendapat dan aspirasinya kepada publik, baik lewat sosial media, ataupun aksi jalanan. Dalam konteks demokrasi, hal ini merupakan kemajuan yang signifikan. Konsep vox populi vox dei yang menjadi semangat dalam demokrasi terealisasikan dengan baik. Hanya saja, terjadi paradoks dalam penegakkan demokrasi di negeri ini. Rezim yang seolah panik justru membuat berbagai macam cara untuk mengontrol suara rakyat. Bukan dalam arti mengakomodir, namun justru memaksa rakyat berpikiran seragam dengan metode mind control. Secara halus, negeri ini seolah digiring menuju totalitarianisme, kata Rocky Gerung. Padahal di pemerintahan, baik di level eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, bercokol nama-nama pengusung demokratisasi di era orde baru.

Di tengah situasi yang tidak menentu, negeri ini butuh optimisme. Penegakkan hukum yang tidak menentu, tajam kepada lawan dan tumpul terhadap kawan, kebijakan yang inkonstitusional, dan penyebaran berita yang justru memicu pecah belah rakyat harus segera ditindak dengan tegas. Pemerintah harus kembali kepada semangat demokrasi yang mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan penguasa. Rakyat yang sudah bingung, jangan dibuat semakin bingung. Hukum harus ditegakkan secara adil dan proporsional, tidak dimanipulasi hanya untuk melindungi kawan atau kepentingan politik personal. Setiap lembaga negara yang harus bersifat netral alangkah baiknya jika dikembalikan kredibilitasnya, bukan hanya oleh pemerintah, tapi oleh anggota dari lembaga itu sendiri.

Semoga negeri ini tidak menjadi negeri vigilante, dan jauh dari apa yang dikatakan oleh Thomas Hobbes, bahwa manusia adalah serigala untuk manusia lainnya. Semoga tidak.

Jogja, 22 Februari 2017

Selasa, 21 Februari 2017

Meresapi Jarak

Sepanjang jalanan malam ini. Selepas hujan, di bawah temaram lampu jalanan. Aku menghitung setiap detik. Memanggil kembali setiap penggal cerita. Menyusunnya kembali dalam rangkaian peristiwa. Sejak pertama kita jumpa. Sampai kini selama kita berjarak. Meresapi setiap detik yang akan berakhir. Menetapi batas waktu. Yang akan membuat kita semakin berjarak. Tidak hanya soal sapa. Tapi sebenar-benar jarak. Entah ia hadir sebagai jeda. Atau memang sebuah pertanda. Bahwa kita tidak tertakdir bersama. Tuhan sedang membelajarkan kita. Tentang berserah. Dan keyakinan tentang takdir baik-Nya.

Jogja, 21 Februari 2017

Senin, 20 Februari 2017

Tulisan-Hujan

Sebagai laki-laki penyuka hujan, ada waktu di mana aktivitas berpikir jadi lebih menyenangkan. Ya waktu hujan itu. Bahkan sampai duduk di pinggiran jendela atau meja terdekat dari jatuhnya hujan, laptop dan badanmu sendiri terciprat sedikit air hujan, tak masalah. Justru di situlah sensasinya. Dengan earphone terpasang rapi dan alunan musik Green Day atau instrumentalia Pachelbel - Canon in D piano version, kadang lagu galau yang tak disengaja didownload karena tak sengaja dengar di suatu tempat dan tak sengaja jadi suka. Begitu sederhana nan luar biasa bagaimana Tuhan memberikan setting suasana. Tapi ini bukan tulisan galau, ini cuma aliran kata yang mengalun begitu saja nyaris tanpa jeda. Sebagai hasil dari suasana.

Hujan memang luar biasa. Bisa membawamu melintasi ruang dan waktu. Mengingat yang lalu atau membayangkan yang akan datang. Waktu semerbak bau tanah datang tetiba kenangan juga datang. Terbayang kota seberang di mana pada waktu dan suasana yang sama mungkin kita pernah di sana. Saya? tiba-tiba ingat banyak kota. Cirebon, Sumedang, Bandung, Jakarta, Jogja, Wonosobo, Banjarnegara. Sederhana saja, karena pada suasana yang sama dan waktu yang hampir sama pernah di sana. Kata orang mungkin dejavu, atau semi dejavu, entahlah. Yang jelas semuanya di desa. Ya, saya suka suasana desa. Tempat di mana orang lebih jujur dan berterima dengan keadaan. Tempat di mana alam masih sangat bersahabat dengan manusia. Tempat di mana manusia masih sadar dengan keadaan dan kebesaran Tuhan. Hujan dan peristiwa, sulit dipisahkan.

Memang banyak yang tak suka hujan. Tak masalah. Ada yang suka, ada yang tak suka. Biasa. Sayangnya kita terlalu sering berkonsentrasi pada yang tak suka sampai melupakan yang suka. Kita terlalu sering menatap, bahkan mengetuk pintu yang jelas tak akan terbuka bagi kita, tapi melupakan pintu di sekelilingnya yang sudah jelas membuka untuk kita, dengan segala kekurangan kita. Tapi hujan tetap berlalu, tetap turun dengan titah Tuhan sebagai rahmat bagi dunia, bagi mereka yang suka maupun yang tak suka. Itulah mengapa saya suka hujan. Ia tetap hadir sebagai kebaikan di segala macam lingkungan.

Begitulah suasana tentang hujan yang menentramkan. Saya selalu menanti, menunggu, dan menikmati kehadirannya. Selalu bersabar dan menikmati inspirasi yang dihadirkannya. Seperti kamu, dan inspirasi yang selalu kau hadirkan dengan luar biasa lewat kalimat sederhana dan ketulusan.

Apa kabar dia?

Jogja, 20 Februari 2017

Jumat, 03 Februari 2017

Zaman Bingung

Di zaman yang serba bingung ini, rakyat berjuang sendiri mencari kebenaran.
Di zaman yang serba bingung ini, para pemimpin sibuk bersenda gurau dalam nuansa perang
Di zaman yang serba bingung ini, mahasiswa seolah terhimpit di antara dua gelombang
Di zaman yang serba bingung ini, manusia hanya butuh jawaban atas keadilan dan kesejahteraan

Jogja, 3 Februari 2017
Belajar nulis lagi.