Jumat, 09 Juni 2017

Satu Saja Syaratnya; Kamu Harus Bahagia..

Dari sekian banyak hari yang telah ku lalui, ada sebagian yang terasa berat dan menyesakkan. Ialah hari-hari saat hati terkapar melawan sepi dalam penantian panjang. Sementara ada gejolak yang tidak bisa berbohong, bahkan untuk memanipulasi diri ketika ia bergejolak membadai, terasa sangat sulit dikendalikan. Tentang perasaanku padamu, yang ku pendam begitu dalam, tersimpan rapi dalam sudut hati yang belum terjamah sesiapa.

Diam-diam aku simpan selama ini, tentang hati yang telah memilih untuk dibagi, tentang bahagia yang ingin ku beri, pada dia, yang tanpa ku rencana tapi hati memilihnya, memilihmu. Sedari awal aku tak pernah berencana untuk mencintaimu. Semua berjalan, mengalir begitu saja. Aku tidak mencintaimu sejak pandangan pertama kita bertemu. Tapi seiring berjalan waktu, ada sesuatu yang lain yang muncul, yang sering ku tepis karena ku takut akan merusak persahabatan kita, akan membuat segalanya menjadi canggung. Hingga akhirnya aku sadar, ini adalah anugerah. Aku jatuh cinta padamu, pada akhirnya. Namun begitulah, aku masih menyimpan dalam diam dan setiap interaksi kita.

Segalanya masih berjalan sebagaimana biasa, secara kasat mata. Namun mereka yang mengenalku mampu ternyata mampu membaca. Ada yang berbeda saat aku berbincang denganmu. Ada perubahan pasca kita bertemu, bahkan sekedar setelah kau membalas chatku. Mereka bilang mataku lebih bercahaya, mereka bilang seolah hidup dan pergerakanku lebih bergairah. Begitulah cinta, ia mampu membangkitkan energi tersembunyi dalam diri meski lewat sentuhan kecil meski tak nyata. Dentuman itu makin terasa, bergejolak dalam dada.

Hingga sampai hari ini, aku tidak tahu apakah kau sudah sadari, atau belum. Setelah bertahun berjalan dan jarak akan menjadi spasi di antara kita dalam waktu dekat, segalanya belum berubah. Berkali aku coba untuk membuang rasa, membunuh dan manikam setiap detik kerinduan yang muncul agar aku sanggup menjaga hati, tapi sekali lagi, ia tak bisa berbohong. Setelah bertahun berjalan, selalu. Masih seperti yang dulu. 

Aku tidak tahu bagaimana ini akan berakhir, begitupun denganmu. Seperti apa yang menjadi keyakinan kita, aku menyerahkan akhir cerita ini pada-Nya, karena kita tahu takdir-Nya lah yang terbaik. Untukku, untukmu. Untuk kita. Apapun itu, aku berterima. Satu saja syaratnya; kamu harus bahagia...

Jogja. 9 Juni 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar