Jumat, 21 Desember 2012

Takdir itu pun memilihku..

Dan akhirnya sejarah akan melahirkan tokoh-tokoh dalam masing-masing periodisasinya.
Pemilwa di kampus ungu baru saja berakhir, dan (seharusnya) hari ini adalah penetapan dari orang yang kemudian terpilih sebagai pengayom bagi kampus budaya ini.

Kebanggaan...ya..
Kebahagiaan..ya..
Semuanya bercampur, menyambut kemenangan yang sudah lama dinantikan.
Di saat semuanya merasa termarginalkan. Setelah semuanya merasakan kegelisahan yang sama tentang masa depan kampus yang sangat kami cintai ini, akhirnya malam itu menjawab semuanya, 19 Desember 2012, nyaris tengah malam.
Dengan berbagai pertimbangan akhirnya aku yang harus menceburkan diri ke dalam lumpur itu.
Untuk berjibaku dengan para "korban" secara langsung, bergesekan, berdampingan langsung dengan mereka.
Aku meyakini bahwa biar bagaimana pun aku tetap tergabung dalam satu tim yang sama2 menginginkan kebaikan untuk kampus ungu. Ya, aku tak sendiri.
Uraian air mata itu menjadi saksi atas keputusan yang telah diambil oleh tim, untuk kemudian memajukanku (lagi) untuk bertempur di pemilwa. Masjid itu menjadi saksi.

Berat..
Itu yang ku rasa, seperti gunung2 dan bumi yang menolak untuk menggenggam satu hal yang ku sebut dengan amanah. Ya, amanah. Menjadi perwajahan bukanlah satu hal yang simple. Aku pernah merasakannya sehingga aku memahami betul apa yang nantinya akan ku hadapi. Konstelasi apa yang akan ku hadapi. Tapi kami bertahan.

Dan akhirnya pertempuran itu pun dimulai.
Pertempuran yang bahkan tak semuanya menginginkannya. Bagiku, ada yang jauh lebih indah ketimbang bertempur sebagai dua kubu. Sinergitas, menghentikan pertikaian yang sepertinya memang sudah cukup lama terjadi dan entah mengapa kemudian dianggap menjadi pewarisan dosa. Tapi apalah daya, mereka tak mau mengerti.
Semangat juang itu ku rasakan lewat dukungan dari sahabat-sahabatku, bagaimana mereka menyiapkan berbagai atribut ketika aku terkapar tak berdaya saat akhirnya tubuh ini tak mampu menjadi munafik lagi. Bagaimana kemudian masing2 individu menyadari apa yang menjadi tugas mereka dan apa yang menjadi tujuan besar yang kami usung, gagasan besar. Saat itulah semangatku kembali pulih..malam sebelum debat antar calon.

Perdebatan..
Dua calon sudah berada dalam satu arena untuk menyampaikan apa yang kemudian menjadi visi yang diusung untuk kampus ini ke depan. Aku vs rival politikku, yang bernama armada. Ku pikir kedudukan hampir berimbang, tak ada satu pun dari kami yang mempunyai status sebagai ketua ormawa, sehingga akhirnya kekuatan retorika lah yang akan menjadi penentu kemenangan hati atas banyak banyak orang.
Aku pasrah. Aku merasa bukanlah orang yang mempunyai retorika sebagus bung karno atau pun bung tomo, tapi aku memiliki apa yang diwariskan mereka, semangat juang. Memperjuangkan kepahaman, bukan memperjuangkan doktrin-doktrin palsu yang hanya didasarkan pada sentimen gerakan.

Dan akhirnya hari penentuan tiba, saat semua suara sudah terkumpul. Berharap tak mengulangi apa yang terjadi tahun lalu, saat ku berada di posisi yang nyaris sama dan harus menerima kenyataan untuk berada di bagian tawa dan cemooh semua orang.
Aku adalah orang yang tak mau putus asa. Jika memang nantinya harus kalah, lebih baik mundur dan dilupakan kemudian kembali pada kolam yang lebih besar. Tapi sepertinya takdir berkata lain. Suara demi suara dihitung dan di luar dugaan aku memenangkan empat TPS dan hanya kalah di satu TPS yang menjadi basis massa mereka, itu pun kalah tipis saja, 3 suara.

Menang..
Setelah berjuang selama 3 tahun, akumulasi dari perjuangan yang tak kenal henti, dengan darah dan air mata akhirnya pkm lantai 2 menggema dengan tangis bahagia dari tim yang telah memperjuangkan kemenangan ini sejak lama. Yang sudah mendambakan kemenangan atas keadilan dan kebenaran, bukan menang untuk menyingkirkan yang lain. Aku, terpilih untuk menjadi ketua bem fbs 2013...
yang jelas ini bukanlah kemenangan pribadi. Ini adalah kemenangan tim, karena setiap orang melaksanakan fungsi dan lingkar pengaruhnya dengan luar biasa. Dan akhirnya derajat kepantasan itu kita raih, dan ujian selanjutnya siap menjelang..

Sejarah akhirnya berulang..pada 2 generasi berbeda..


Indah pada waktunya,
LIMUNY LOUNGE, 16.41

Kamis, 06 Desember 2012

Dari Sudut ini Aku Memandang

Kembali lagi berhadapan dengan layar ini.
Tempat ku tumpahkan semua rasa yang membuncah dan merengek-rengek untuk dituangkan ke dalam tulisan sederhana di lembaran ini.
Yah, tulisan sederhana. Yang aku berharap dari tulisan-tulisan itu bisa memberikan dampak positif untuk lingkungan, dan membiarkan apa yang pernah ku alami menjadi terkenang.
Aku memulai menulis seperti ini ketika terinspirasi dari diary seorang aktivis di masa lalu yang kemudian menjadi terkenang, bahkan setelah puluhan tahun kehidupannya. Soe Hok Gie.
Diary yang dia tulis bukan sekedar diary yang berisikan catatan galau dari seorang mahasiswa yang menapaki jalan dengan identitas baru, tapi dia menuliskan tentang realitas sosial yang kala itu dihadapinya.
Dia adalah seorang pemberontak, itu iya. Tapi dia adalah seorang yang berani meyuarakan apa yang menjadi idealismenya. Itulah yang kemudian menjadi inspirasi bagiku ketika akhirnya aku pun harus menjalani kehidupan yang (nyaris) sama dengannya. Sebagai mahasiswa, yang mungkin menyandang gelar aktivis yang dewasa ini justru dipandang rendah oleh sebagian besar orang. Ya, terlepas dari perbedaan ideologi antara aku dan soe hok gie, tapi dia cukup menginspirasi.

Cukup, bukan tentang soe hok gie yang ingin ku tuliskan hari ini.
Aku hanya ingin mengungkapkan sesuatu tentang kampusku. Tentang situasi, yang kian hari makin menggelikan. Sekarang sudah bulan desember dan semarak pergantian pemimpin di lembaga intra kampus atau yang biasa kami sebut dengan ormawa makin menarik perhatian mahasiswa umum dengan maraknya pamflet dan spanduk berisikan pasangan mahasiswa yang mencalonkan diri. Perang propaganda pun makin menarik untuk diperhatikan, dari mulai yel-yel ala mahasiswa yang berbau psy war, yah, yel-yel yang tentu saja bermuatan politis. Aku bukan orang yang anti pemilwa, bahkan aku sempat terlibat langsung tahun lalu, sebagai orang yang berjuang untuk sebuah idealisme di percaturan politik kampus di fakultasku. Sayang, belum beruntung. Bagiku pemilwa bukanlah sekedar permainan yang diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa yang kemudian membentuk Komisi Pemilihan Umum, tapi pemilwa adalah salah satu bentuk pembelajaran kita untuk hidup dalam dunia yang menggunakan sistem demokrasi sebagai sistem pemerintahannya. Pemilwa akan membelajarkan kita tentang pentingnya memilih pemimpin yang tepat, karena pemimpin yang terpilih akan benar-benar memiliki kekuasaan yang (nyaris) absolut untuk menentukan arah gerak keormawaan ke depan. Dari tahun ke tahun, wacana yang dibawa nyaris selalu sama, tentang multikulturalisme (entah pada akhirnya bisa diterapkan dengan sempurna atau tidak) dan perbedaan ideologi. Pikiranku selalu berbisik bahwa perbedaan adalah satu keniscayaan ketika kita terlahir di dunia ini, bahkan kita bisa melihat perbedaan dari hal yang paling kecil sekalipun, perbedaan wajah.
Dan multikulturalisme yang aku mengerti adalah satu paham yang mennghargai keberbedaan itu, bukan kemudian memaksakan semuanya untuk menjadi sama. Dengan begitu, ketika sudah mengakui bahwa manusia di kampus itu multikultur, seharusnya semuanya dapat diakomodir. Toleransi.
Tapi aku tidak memandang seperti itu yang terjadi di kampusku, kampus ungu.
Masih ada satu entitas yang keberadaannya nyaris tidak dianggap, bahkan bisa dikatakan sudah menjadi satu entitas yang termarginalkan di fakultas. Padahal entitas itu sudah berusaha untuk menjalin komunikasi, mencoba untuk berkontribusi, dan mencoba untuk selalu menjadi yang pertama pergaulan. Tapi entah mengapa, konsep multikultural yang diusung penguasa di kampus ungu ini seakan tidak dirasakan oelh entitas itu, entitas yang aku tergabung di dalamnya. Ku pikir ini bukanlah sekedar perbedaan ideologi, ini lebih kepada sentimen dan prasangka yang selalu dituduhkan kepada entitas itu. Selalu dianggap membawa kepentingan yang berbau politis, padahal secara tidak sadar yang mereka lakukan juga adalah kepentingan dan itu juga politis. Sepertinya kita memang masih harus belajar banyak tentang definisi politik atau kepentingan politis. Bagiku politik adalah jalan, bukan tujuan. Kekuasaan bukanlah tujuan, itu adalah jalan. Esensi dari politik adalah usaha untuk memberikan manfaat lebih untuk orang-orang yang tercover oleh kekuasaan politik itu, intinya lebih pada pensejahteraan. Itulah yang membedakan politik yang kami percayai dibandingkan dengan konsep politik barat yang menjadikan kekuasaan sebagai tujuan, jika begitu maka yang terjadi adalah hukum rimba, yang kuatlah yang akan menang dan kemudian menjadi rezim yang sempat dialami oleh Mesir pada pemerintahan Husni Mubarak.
Dan begitulah yang terjadi tentang politik kampus di fakultas ini, pertarungan antara dua entitas besar yang mungkin orang lain akan memandang ini pertarungan ideologi. Permasalahannya adalah sejauh yang ku perhatikan sampai saat ini, sebagian besar orang yang mengaku bertentangan dengan entitas yang ku pegang saat ini adalah orang-orang yang taklid dan hanya mengikuti apa yang dikatan oleh senior-seniornya saja, mereka hanya orang yang kemudian menelan mentah-mentah doktrin yang diberikan pada mereka tanpa mencoba untuk menilai dan memberikan penilaian yang lebih objektif tentang entitas ini.
Miris, memang. Disaat entitas ini mencoba untuk memberikan kebermanfaatan dan berbaur dengan entitas yang dikatakan sebagian besar orang bertentangan, justru mendapatkan penolakan dan kecurigaan yang tak ada habisnya.
Mungkin memang membutuhkan jalan pendekatan yang berbeda.

Begitulah, tentang kampusku, tentang dinamikanya, dan tentang cerita di dalamnya. Pendaftaran calon pemimpin fakultas memang sudah dimulai sejak senin lalu, tapi baru ditutup jumat besok. Otomatis, nuansa khas pemilwa yang membawa perang propaganda belum dimulai dengan keras. Mudah-mudahan bisa menjadi pembelajaran untuk berpolitik bagi semua pihak yang terlibat, pada esensinya semuanya adalah bersaudara, dan sama-sama memiliki kewajiban untuk saling menasihati dalam kebaikan, perkara menjadi rival, itu hanya pada ranah politik saja, karena perbedaan ideologi adalah satu keniscayaan.

Mungkin dalam waktu dekat aku akan menulis kembali tentang hal ini, tentang perkembangan terakhir dari situasi pemilwa yang biasanya mulai memanas menjelang hari H pemilihan..

Di luar mulai gerimis.
LIMUNY LOUNGE, 6 Desember 2012 11.03 am

Kamis, 22 November 2012

Hujan (lagi)...

Di sudut ruangan ini aku terduduk diam..
Hanya menatap layar yang kian gencar menampilkan informasi yang aku pilih, aku inginkan..
Dan pelan tapi pasti, kaca jendela memberikan visualisasi yang berbeda tentang situasi di luar ruangan ini..
Hujan..
Semakin lebat..
Dan semakin deras..
Entah sudah berapa lama aku tak bertegur sapa dengan hujan, entahlah, mungkin 1-2 bulan..
Tapi bukan berarti aku tak merasakan kehadirannya selama ini..
Hanya saja, aku hanya sekedar tahu kehadirannya tanpa merasakan romantisme yang aku rasakan saat ini..
Kembali bertegur sapa dan merasakan belaian anginnya yang menjadi dingin..
Merasakan pelukannya yang membawa kesegaran dan perasaan damai..

Hujan...
Sejak dulu hingga sekarang selalu membuka tentang nostalgi, tentang kenangan..
Karena di dalam hujan ada cerita, di dalam hujan ada bahasa yang hanya bisa diungkap dengan senyum..
Seperti yang terjadi dahulu, kala hati masih terpaut pada kematian dalam hidup..
Yah, hidup yang hampa, kosong tak bermakna..
Hidup yang hanya sekedar hidup, tanpa tau esensi dari kehidupan itu sendiri..
Kisahku, dengan mereka, dengannya...tentang persahabatan, kesetiaan, tawa, sedih, bahagia, dan cinta..
Sepenggal kisah masa lalu yang selalu dibawa kembali oleh hujan, di mana pun aku berada..
Dan dari sana ku belajar tentang sebuah kesalahan..
Tentang sebuah kebenaran yang aku tahu, tapi tak kugubris dengan sepenuh hati..

Hujan..
Membuka kembali luka lama yang sempat menganga..
Menghadirkan lagi cinta yang tlah lama hilang, terpendam..jauh...
Karena lewat hujan semuanya berawal..
Lewat hujan juga semuanya berakhir...
Tentang cinta yang terhidupkan, dan cinta yang kemudian mati..

Masih tentang cinta,,
yang semu, yang menggelapkan mata tanpa ampun,...
Yang makin menjauhkan pada cinta yang hakiki...
Dan hari ini, inilah aku..
Dengan segala perubahan, dengan segala penyesalan..
Tentang semua kesalahan di masa lalu, tentang semua kenangan di masa lalu..
Tidak semuanya salah, namun tidak semuanya juga dapat dibenarkan..
Dulu, aku memandang cinta hanya pada makna yang sempit..
tentang hati dua insan yang berbeda gender, tapi ternyata cinta tidaklah sesempit itu..
Reduksi makna..

Semakin deras..
Lagi2 hujan deras memang membawa kenangan lebih untukku..
Di suatu tempat yang memperjelas tanya..
Yang menjadi saksi bisu kemenangan nafsu atas hati yang beku..
Di sana aku melihat harapan, melihat kembalinya cinta lama yang tlah hilang..
Tapi lagi-lagi dari sana aku belajar..
Bahwa berharap pada makhluk adalah kekecewaan, bahwa ada yang salah pada perjalanan itu..

Kini, di sinilah aku terdiam, duduk..
Masih menatap ekspresi yang ku ungkapkan lewat sarana, gelombang untuk ku bicara..
Tentang hujan, tentang nostalgi, dan tentang kesalahan yang aku tak ingin orang lain melakukannya..cukup aku..
Perjalanan hidup adalah satu hal yang misterius, kadang kita takkan bisa membayangkan jadi apa kita 1 atau 2 tahun mendatang..
Begitupun aku..
Tak terbayangkan kehidupan inilah yang ku jalani..
Perjuangan, dan pengorbanan..
yang dilandasi dengan orientasi yang jelas, yang paling tepat..
dan kemudian menyadari kesalahan di masa lalu..
yah..sebaik-baik manusia pasti punya masa lalu..
dan seburuk-buruk manusia masih punya masa depan..

Lembaran baru adalah tempat di mana kau menuangkan asa, dari pelajaran masa lalu..pahit atau manis...

Masih dalam belaian hujan,
LIMUNY LOUNGE, 22 November 2012 11.40 am

Selasa, 02 Oktober 2012

Pagi ini.....

Berawal dari terbangunkan oleh iqamah yang dikumandangkan oleh sang muadzin, aku melangkah gontai menuju masjid yang tidak berjarak terlalu jauh dari tempatku terbaring sebelumnya..
Tak peduli hawa dingin yang menusuk, apalagi ketika air menyeruak menyentuh kulit yang baru saja mendapatkan kembali indera perasanya setelah dimatikan untuk beberapa jam..
Aku terus berjalan dan kemudian melaksanakan kewajibanku hingga akhirnya salam mengakhiri tertunaikannya kewajibanku subuh hari ini..
Kembali, aku melangkahkan kaki ini menuju tempat peraduanku sebelumnya, tempat di mana ku terlelap bersama beberapa orang sahabatku yang mungkin menantikan kepulanganku dari sini (baca: nebeng), dan aku menemukan, dalam perjalanan itu, sosok bercahaya di langit yang menunjukkan wujudnya, seutuhnya.
Bulan..
Bulan Purnama..
Entah mengapa selalu teringat soundtrack film Soe Hok Gie ketika aku menyaksikan bulan purnama yang bercahaya dengan mata kepalaku sendiri,
"cahaya bulan yang menusukku dengan ribuan pertanyaan yang takkan pernah ku tahu di mana jawaban itu, bagai letusan berapi, bangunkan ku dari mimpi, sudah waktunya berdiri..mencari jawaban kegelisahan hati.."
Itulah sepenggal lirik dari lagu yang selalu terkenang itu.
Pertempuran antara idealisme dengan realitas sosial yang menuntut untuk berpikir pragmatis begitu sengit dan akhirnya hanya membuat orang2 minoritas yang berada di dalam zona idealis semakin tertekan.
Aku tak mau memainkan pola pragmatis itu sekarang, aku tak ingin seperti politisi tua yang kemudian hanya memainkan politik pragmatisnya untuk melanggengkan kekuasaan.
Bukan itu yang ku cari..
Aku hanya ingin belajar menjadi sosok yang idealis, di mana saat ini sosok itulah yang akhirnya akan menjadi penentu kemajuan atau pun kemunduran suatu entitas.
Beberapa kali aku berpikir bahwa ekspektasiku terhadap orang-orang yang aku layak untuk dijadikan contoh terkait hal ini sering kali keliru dan aku hanya menemukan kekecewaan terhadap tokoh2 itu..
Dan akhirnya aku semakin teryakinkan bahwa hanya Muhammad saw. lah sebaik-baik contoh, sebaik-baik teladan..
Beliau adalah sosok yang idealis, sangat idealis menurut saya. Bagaimana Rasulullah memperjuangkan ideologinya, bahkan sampai seringkali mendapatkan ancaman pembunuhan, diboikot, bahkan sampai dikatakan gila.
Sudah terlalu sering beliau mendapatkan ketidaknyamanan dalam memperjuangkan idealismenya, tapi apakah beliau kemudian menyerah??..tidak...
Beliau terus berjuang, bertahan. Di saat mungkin jika aku yang mengalami hal tersebut bisa saja dengan cepat aku katakan "aku sudah lelah, aku kecewa, aku muak," atau pun kata2 lain yang mengarahkan pada keputusasaan. Namun dengan kegigihan Muhammad saw. bahkan dunia pun mampu dirubahnya.
Jika begitu pantaskah kita menyerah ketika hanya dihadapkan oleh permasalahan suka-tidak suka di laboratorium manusia ini??..kita terlalu manja jika berkata aku lelah, dan kita terlalu sombong untuk mengatakan ini hasil dari perjuangan kita sendiri..
Ya, masih ada langit di atas langit..
Tak terasa sinar mentari pagi sudah mulai menyapa, menggantikan cahaya bulan yang kini kembali ke peraduannya, berganti tugas dengan matahari yang seakan terbangun segar dari tidurnya malam ini..dan bulan pun mengakhiri masa rondanya..
Tak terasa pula sudah cukup lama aku duduk termenung di hadapan layar ini, berkontemplasi dengan tulisan yang aku ketik sendiri, mengalir, dan mungkin tanpa konsep..
Aku hanya menemukan bahwa ini adalah waktuku untuk bergerak, dan tidak lagi terjebak dalam persepsi negatif baik itu eksternal maupun internal..
Karena perubahan takkan tercipta tanpa adanya pergerakan, dan diri sendiri adalah lawan pertama yang harus kau taklukkan terlebih dahulu..
Mencontoh Rasulullah untuk memperjuangkan keyakinan ini, idealisme ini..bahwa cepat atau lambat kemenangan itu kan nyata...


Ditekan perut yang keroncongan,
IEC Mujahidin, 06.16 am

Sabtu, 29 September 2012

Pantas gak ya??

Setiap orang punya mimpi, itu pasti.
Setiap orang punya keinginan, itu pasti.
Setiap orang ingin yang terbaik untuk hidupnya, itu juga pasti.
Nah, pertanyaannya berapa orang yang kemudian berjuang untuk 3hal di atas???

Refleksi, banyak sekali orang, mungkin termasuk saya, yang rajin menuliskan mimpi2nya dalam lembaran kertas bersih dan kemudian berangan-angan untuk mendapatkan mimpi2 itu.
Kalo yang biasa ikut training motivasi, pasti akrab sekali dengan hal2 seperti ini, tulis mimpimu, deklarasikan, kemudian tempelkan di dinding kamarmu...
Nah, apakah hanya dengan begitu mimpi2mu bisa tercapai???...
Seringkali kita hanya berhenti pada poin "tempel di kamar", kemudian kembali melanjutkan hidup seperti biasa...ga ada perubahan sama sekali, nah berarti siapa yang salah dong??..trainingnya atau pelakunya??..
bisa jawab sendiri deh ya, ga mau nyebut merk...hehe...
Ya, itulah yang harus kita introspeksi.
Mimpi adalah idealita, itulah satu hal yang ingin kita capai di kemudian hari, lalu menjadi identitas kita di masa mendatang. Kemudian yang kita alami sekarang adalah realita. Seperti apa tingkah laku kita, seperti apa perjuangan yang kita lakukan, dan seperti apa kapasitas kita baik itu dalam hal intelektual, jasmani, maupun ruhani..
Dan kesenjangan antara idealita dan realita itulah yang dinamakan dengan masalah (kata dosen edure waktu pertemuan pertama..ingeeettt banget)..
Pada perkara masalah inilah biasanya banyak orang yang kemudian berguguran dan mundur dari mimpi besar yang telah dituliskannya. Yah, itulah ujian..
Ada yang mungkin sekedar mengurangi, katakanlah, level mimpinya, dan bahkan ada juga yang pada akhirnya mengubur impiannya dalam-dalam..
Lah, terus kita kudu ngapain nih??..
Jawabannya simpel, MEMPERLAYAK DIRI...
Iya, itu doang, memperlayak diri..
Ga percaya??..beneran, memperlayak diri kok..
Eh, dibilangin ga percaya..memperlayak diri...
(opo too?????)
Seringkali kita lupa untuk memperlayak diri kita untuk mendapatkan apa sudah kita canangkan diawal, itu realita yang terjadi di kalangan para pemimpi sekarang..
Analoginya kalo kita minta motor sama orang tua, sementara kita belum bisa naik motor, kira2 bakal dikasih ga??..ya kaga dong, ntar malah bikin tiap hari ganti motor (baca: rajin tabrakan)..
Kalo kita udah bisa naik motor baru dikasih dah tuh motor..bahasa kerennya, NYOH...
Nah, sekarang ayo kita lihat lagi barisan rapi mimpi2 kita dikertas itu, kemudian bandingkan dengan realita kita sekarang..
Mimpi besar bukannya tidak bisa diraih, yang paling penting kita memantaskan diri untuk mendapatkan itu..
Kalo mau jadi musisi handal ya belajar musiknya digetolin, mau pinter orasi ya sering2 ambil kesempatan orasi..
Yah, kadang kita hanya bermimpi tanpa punya keberanian untuk melangkah menuju mimpi kita sendiri..
Dalam konteks kita sebagai hamba Allah, tentunya kita punya satu senjata ampuh disamping memperlayak diri, yaitu DOA..
Berdoalah, maka akan aku berikan..begitu kata Allah..
Tapi di sini juga perkara layak tidak layak akan bermain, jadi dua hal ini tidak bisa kita pisahkan begitu saja, keduanya harus berjalan beriringan.
Yap, yang bisa mengusahakan mimpi kita adalah kita sendiri, yang menentukan akan jadi seperti apa kita ke depan adalah kita sendiri, jadi ayo perlayak diri untuk mendapatkan satu hal yang terbaik untuk diri kita, dekatkan diri pada Allah karena Dia lah yang Maha Pemberi segala, dan Dia pula yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk kita..
Let's Move On!!...

Ditemani YUI - Namidairo,
LIMUNY LOUNGE, 14:39 pm

Jumat, 28 September 2012

Mahasiswa, di mana engkau yang dulu?


Mahasiswa adalah agen perubahan. Kata-kata itulah yang sering terdengar oleh telinga para mahasiswa baru ketika tahun ajaran baru dimulai. Mahasiswa adalah golongan intelektual muda yang sangat diharapkan menjadi penerus bangsa di kemudian hari. Itu pula kalimat yang sering diulang berkali-kali ketika kegiatan OSPEK berlangsung. Doktrinasi yang diharapkan mampu untuk membangun semangat seorang mahasiswa, semangat revolusioner. Namun, siapakah mahasiswa itu?
Dewasa ini, perlahan tapi pasti, semangat kemahasiswaan yang dahulu mampu membuat revolusi kian luntur dari jiwa para intelektual muda itu. Perkembangan zaman dan era globalisasi, dituduh sebagai faktor terbesar penghilang jiwa itu. Kini, pola pikir mahasiswa makin pragmatis. Idealisme seorang mahasiswa sebagai seorang yang senantiasa mengkritisi apa yang terjadi di lingkungan kian mengalami degradasi. Dan parahnya, hal ini bahkan terjadi hampir di seluruh universitas di Indonesia. Apa yang terjadi ketika ada pemilihan dekan yang tidak melibatkan aspirasi mahasiswa sama sekali di Universitas Negeri Yogyakarta adalah salah satu bukti kemunduran dari keberanian mahasiswa, bahkan mereka yang disebut sebagai aktivis hanya terdiam tanpa ada perlawanan apapun. Ketika keberanian untuk mengkritisi birokrasi saja tidak ada, apa lagi mengkritisi kebijakan pemerintah. Kemanakah perginya semangat revolusioner mahasiswa?
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang dipaparkan di atas, tentu timbul pertanyaan tentang mahasiswa ideal. Ketika kita berbicara tentang sosok mahasiswa ideal, tentunya kita tidak bisa lepas dari permasalahan akademik dan non-akademik. Hal itu sudah menjadi stigma di kalangan mahasiswa pada saat ini. Idealnya, mahasiswa yang baik adalah mahasiswa yang peka. Baik itu peka dengan lingkungannya, maupun dengan dirinya sendiri. Seorang mahasiswa biar bagaimanapun adalah seorang pembelajar yang punya tugas yang jelas untuk belajar di kampus. Itu perkara yang fundamental. Akan tetapi, peran seorang mahasiswa yang lebih urgen adalah sebagai orang yang akan meneruskan tampuk kepemimpinan di negara ini. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa harus benar-benar mempersiapkan diri dan mengupgrade kapasitasnya untuk masa depan. Untuk itu, mahasiswa pun harus peka dengan lingkungannya berada, dan hal ini tidak akan bisa lepas dari pemerintah. Ya, karena dalam menjalani kehidupan bernegara kita tidak bisa lepas dari kebijakan pemerintah. Dan di sinilah peran mahasiswa, sebagai kaum yang akan mengawal kebijakan dari pemerintah, sebagai kritikus pembela kepentingan rakyat. Tak perlu malu untuk mengakui bahwa kinerja pemerintahan kita saat ini masih belum mencapai kata memuaskan. Bahkan korupsi masih merajalela, masih banyak rakyat yang tidak sejahtera, dan belum meratanya kebermanfaatan pemerintah untuk rakyat. Untuk itu, mahasiswalah yang harus bergerak sebagai representasi dari rakyat, sebagai garda terdepan yang akan menyuarakan aspirasi rakyat Indonesia.
Akhirnya, kita selayaknya menyadari siapakah mahasiswa itu sebenarnya, apa peranannya untuk negara, dan mengapa kita harus menjalani peranan itu. Dahulu, Taufiq Ismail pernah berpesan pada kita, mahasiswa, “turunlah kalian ke jalan untuk berdemonstrasi, karena sesungguhnya tindakan itu adalah untuk menyempurnakan demokrasi”.

#mengambil tulisan lamaku..
Di tengah padatnya jadwal,
LIMUNY LOUNGE, 08:57 pm

Kamis, 27 September 2012

Memaknai milad

Pernah denger kata milad??..
waktu zaman SD, SMP, SMA atau semacam masa-masa ababil itu saya sendiri masih asing banget sama kata "milad"..seakan-akan itu kata2 yang baru muncul ke permukaan setelah tenggelam bersama peradaban altantis, atau termasuk unsur yang ga masuk ke dalam perahu nabi nuh waktu banjir bandang menerpa (opo to???)...
Ya, dan akhirnya baru sekarang saat saya menginjakkan kaki di kampus, sedikit demi sedikit, perlahan tapi pasti, slow but sure, kenal dan akrab juga tuh sama kata itu yang ternyata artinya begitu amazing: ulang tahun..(krik krik krikkk...)
Begitulah, kenapa akhirnya muncul tulisan ini pun berawal dari kejadian beberapa hari terakhir ini yang berkaitan dengan milad itu, beberapa teman mengundang saya untuk memperingati hari miladnya, salah satu momen yang sesuatu sekali buat mereka, apalagi yang memasuki usia kepala dua (gue dong??)..
Yah, setelah melewati kontemplasi yang panjang, pikiran ini pun terusik dengan pertanyaan sebenarnya apa yang ada di benak sahabat-sahabatku dalam memaknai hari besarnya??..
Nah, rampung juga mukadimahnya..hehe...masuk ke pembahasan utama..
Menurut persepsiku, ulang tahun atau yang bahasa kerennya "milad" itu mempunyai 2 makna yang jelas.
Yang pertama jelas pensyukuran atas kesempatan hidup yang masih diberikan kepada kita.
Hidup itu mahal, brother. Banyak orang yang berdoa untuk kehidupannya saat dia sedang terbaring sakit keras, atau berada dalam keadaan hidup dan mati. Tapi berapa banyak dari kita yang lupa untuk mensyukuri nikmat itu ketika kita dalam kondisi normal, yah, seringkali ucapan "gampang, masih ada besok" dengan ringannya keluar dari mulut kita..emang siapa juga yang menjamin besok masih hidup??..
Nah, kembali ke konteks, jadi bahwa kita masih diberikan kesempatan hidup berbanding lurus juga dengan peningkatan kapasitas, itu harus...baik itu kapasitas ruhani,jasmani, maupun intelektual, kalo statis doang berarti masuk golongan yang merugi tuh..jadi intinya bersyukur..
Yang kedua, berkurangnya jatah kehidupan kita di dunia....
Yang kedua ini mungkin agak horor buat kita bincangkan, karena erat kaitannya dengan kematian..
Kalo ngomongin soal ini inget banget sama nasihat salah seorang ustadz yang sampe sekarang masih terngiang di kepalaku..
"semua orang sebenarnya melakukan perjalanan yang sama, menuju kematiannya. Yang membedakan hanyalah apa yang dia lakukan dalam perjalanan itu"
otomatis nanti ngaruh ke tempat tujuannya dong...waow...
ya, seharusnya kita memahami juga bahwa penambahan angka pada usia kita berarti berkurangnya jatah kehidupan kita dunia, otomatis jatah persiapan kita menuju perjumpaan kembali dengan Allah pun semakin sedikit..untuk itu harus ada persiapan yang matang, dan semakin matang menuju hari yang dijanjikan itu..

Yah, itulah persepsiku tentang memaknai milad, dan akhirnya semua akan dikembalikan pada pribadi masing-masing..
Yang jelas, milad adalah salah satu momen untuk menunjukkan persaudaraan (baca:ukhuwah) kita pada saudara kita yang mendapatkan momentum itu. Dan ukhuwah itu tidak berbasis gender, jadi mari memanfaatkan momen itu untuk mempererat ukhuwah dan dan saling mengungatkan dalam kebaikan, tanpa menjadikan hari ulang tahun itu menjadi sesuatu yang sakral..
Alhamdulillah, semoga bermanfaat...:)

Ditemani mp3 Linkin Park -What I've Done,
LIMUNY LOUNGE, 11:19 am

Rabu, 26 September 2012

Memulai yang telah termulai

Kehidupan mengajarkan kita untuk terus maju dan kemudian sesekali mengevaluasi apa yang dilewati. Begitupun apa yang kita perjuangkan, apa yang kita usahakan, dan apa yang ingin kita capai. Belajar adalah proses untuk mengarungi pahitnya perjuangan, indahnya persahabatan, dan manisnya cinta.
Ya, pada akhirnya kita hanya akan dituntut untuk terus maju lewat perlajaran-pelajaran yang sudah kita dapatkan sebelumnya dan mengaplikasikan untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Terlihat berputar-putar??..
Memang..aku sengaja mensettingnya begitu..
Karena aku hanya ingin menyampaikan bahwa proses belajar bukan berarti kita harus menunggu sampai kita pintar untuk memulai, justru dalam proses itu kita kan merasakan progress yang kita peroleh..
Belajar, seperti aku yang tengah belajar menulis (kembali) setelah vakum beberapa bulan, bahkan tahun..
Hingga akhirnya seorang sahabat menyadarkanku untuk kembali meneruskan pembelajaranku untuk menulis..
Ya, menulis runtut dan berisi..
Dan lagi, pembelajaran yang ku ambil dari perjuangan untuk memulai kembali ini, bahwa memulai kembali ternyata membutuhkan kekuatan mental yang luar biasa..mengalahkan rasa malas, mengalahkan diri sendiri..
Aku sendiri kebingungan tentang apa yang harus ku tulis hari ini..
Aku hanya membiarkan kata-kata yang kemudian muncul dari dalam kepalaku untuk ku goreskan dalam bentuk tulisan ringkas dan menjemukan ini..
Aku adalah pembelajar yang takkan berhenti belajar..
Menulislah, dan kau akan terkenang...


Di tengah kebingungan..
LIMUNY LOUNGE, 14.09 am