Senin, 27 Februari 2017

Hujan dan Pachelbel

Sejujurnya, ini salah satunya tulisan yang membutuhkan waktu cukup lama untuk memulai. Berpikir keras tentang kata pertama, apapun untuk ditulis, tapi tak kunjung jua kata itu hadir. Ketik-hapus, ketik-hapus, berkali-kali. Sampai dengan titik itu dimulai ketika earphone mengalunkan satu instrumen gubahan pachelbel - canon in D (piano version). Kemudian entah bagaimana kata mengalir begitu saja. Sepertinya ini tentang stimulus.

Ya, akhirnya saya menemukan satu tema untuk ditulis. Tentang stimulus. Bagaimana stimulus punya peran penting untuk merangsang otak kita dalam menuliskan sesuatu. Terlebih bagi penulis pemula seperti saya. Oleh karena itulah para pembaca mungkin akan menemukan inkonsistensi dalam gaya penulisan saya, kadang formal, kadang nyeleneh, kadang galau puitis romantis, kadang politis. Begitulah, saya masih mencari, mohon dibimbing dan dimaafkan.

Kembali pada stimulus. Ternyata ia tak hanya bicara pada konteks menulis. Sebagian orang membutuhkan stimulus untuk bergerak. Banyak mereka yang gagal bergerak karena gagal mendapatkan stimulus untuk pergerakannya. Entah berhubungan atau tidak, tapi saya mau menghubungkan antara stimulus ini dengan apa yang saya dapatkan di perkuliahan. Dosen saya pernah berkata, lewat buku referensi yang dibawanya, dalam proses pembelajaran, motivasi memegang peranan penting. Dalam hal ini, motivasi dibagi menjadi dua, instrinsic motivation, dan extrinsic motivation. Di antara kedua jenis motivasi ini, intrinsic motivation memegang peranan penting dalam mencapai suatu tujuan. Seperti bahasanya, motivasi jenis ini datang dari dalam. Biasanya bersifat jangka panjang dan memiliki kekuatan lebih untuk menggerakkan. Bisa dibayangkan apabila stimulus yang kita dapatkan bisa merangsang intrinsic motivation, betapa dahsyat kekuatan yang akan dihasilkan.

Jogja, 27 Februari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar