Rabu, 13 Januari 2016

The Escaped

"Mutiara akan tetap bersinar, meskipun ia ditenggelamkan 
dalam lumpur yang pekat selama ratusan tahun."

Begitu kira-kira sepenggal kalimat yang saya temukan dalam buku The Escaped yang ditulis oleh Rizki Ridyasmara yang baru saja saya selesaikan hari ini. Buku ini hadir dalam bentuk novel yang menceritakan tentang perjalanan beberapa orang penggila sejarah dan beberapa punya kaitan langsung dengan sejarah tersebut, dalam menyelamatkan buku misterius yang ternyata adalah Brandenburgers Files, yang merupakan catatan rahasia Nazi tentang penyelamatan Adolf Hitler dari Berlin ketika Reich ketiga harus tumbang di tangan tentara merah dan sekutu. Buku rahasia yang dikisahkan telah hilang selama tiga puluh tahun terakhir ini diincar pula oleh kelompok golden jack kolektor barang-barang bernilai historis melalui kaki tangannya di berbagai negara untuk sejumlah uang yang sangat tinggi. Dalam petualangan ini, sekian banyak sejarah terkuak seperti dugaan kuat bahwa Indonesia adalah atlantis yang hilang, persaudaraan elit di kalangan partai Nazi, gauleiters, yang bahkan masih bertahan sampai sekarang, atas konsep bloodlines yang dipertahankan, hubungan dekat antara Baron Rotschild dengan Adolf Hitler yang ternyata adalah cucunya, konspirasi dibalik perang dunia I dan II, sampai dengan ditemukannya makam Adolf Hitler di Surabaya yang dibuat atas nama Dr. G.A. Poch. Kemudian satu indikasi fakta lagi yang menarik bagi saya, bahwa Adolf Hitler meninggal dalam keadaan muslim.

Beberapa yang saya temukan dalam buku ini memang fakta, walaupun dibawakan dengan dramatisasi ala novel. Walaupun memang dalam proses pembuktiannya masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Kita sudah mafhum bahwa sejarah adalah milik para pemenang, seperti distorsi sejarah yang kita temukan di negeri ini. Ia juga berlaku dalam penulisan sejarah dalam skala internasional. Terlepas dari pada itu, ada banyak hal yang saya dapatkan dari membaca buku ini, di samping ilmu pengetahuan yang tidak populis bahkan berbau teori konspirasi dari buku itu, saya semakin banyak belajar tentang Nazi dan bagaimana mereka menjaga kekuatan gerakan.

Nazi seperti yang telah kita ketahui adalah partai yang memberikan doktrin tentang kekuatan ras aria di atas seluruh ras manusia, karena keyakinan bahwa mereka adalah keturunan resmi dari kelompok manusia dengan peradaban tinggi di atlantis. Doktrin ini dibawa salah satunya oleh madame Blavatsky yang menjadi ibu theosofi yang kemudian menetap di Indonesia, kemudian didorong oleh kelompok persaudaraan rahasia yang mendorong sosok bernama Adolf Hitler menjadi Der Fuhrer di Jerman lewat partai Nazi. Hitler sendiri dipandang sebagai sosok yang superpower, bahkan dianggap setengah dewa, yang layak untuk menjadi pemimpin ataupun Reich ketiga di Jerman.

Saya cukup tertarik dengan bagaimana mereka benar-benar menjaga kerahasiaan gerakan dan doktrin yang ditanamkan dalam dirinya. Berpuluh-puluh tahun ia tetap terjaga, bahkan dalam kondisi terdesak pun mereka memilih mati dari pada harus membocorkan rahasia persaudaraan. Pola seperti inilah yang sepertinya harus dicontoh oleh orang-orang gerakan saat ini. Di mana mereka begitu kuat menjaga apapun yang harus dirahasiakan dari gerakan, dan mempertahankan dengan kuat idealisme ataupun ideologi yang mereka pegang. 

Begitulah sedikit yang ingin saya bagi dari buku yang saya baca hari ini. Bagi saya, ilmu dapat kita ambil dari gerakan manapun, tanpa mengesampingkan rujukan utama. Tinggal kemudian kita pilah mana yang menjadi wawasan, dan mana yang menjadi sudut pandang. Sejarah adalah milik para pemenang. Meskipun begitu, mutiara akan tetap bersinar terang meskipun ia ditenggelamkan dalam lumpur yang paling dalam sekalipun. Kebenaran akan tetap menjadi kebenaran. Biarlah waktu yang menjawab.

Ditemani Ice Cappuccino,
Yogyakarta, 13 Januari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar